Setelah sekiaan lama nggak ngeblog akhirnyaa owner dari blog ini muncul lagi yeey :D
setelah disibukin sama segunung tugas kuliah, organisasi, dll *kebanyakan alasan ngeblog kan padahal nggak butuh waktu lama* haha
emang sih belakangan ini setahun terakhir mood ngeblog ga ada kalaupun ada cuma posting cerpen / fanfic aja . sebenernya sekarang juga sih pengen aja share cerpen yang dibuat tahun 2012 :3 *wink*
selagi nganggur KP iseng-iseng buka arsip lama , nemu cerita ini diedit dikit terus jadi deeh !!
oke ini cerpen based on true story, true story nya siapa? yaah ownernya lah kalau punya orang lain ga orisinil dong melanggar hak cipta. tapi karena ini kisah lama jadi owner juga lupa-lupa inget cerita aslinya jadi ditambah sedikit bumbu-bumbu imajinasi cerita ini tetep jadi cerita fiksi. okee selamat membacaa minna-san ^^
18 Juni 2009
Hai
nama aku Fitriana Ramadhan biasa dipanggil nana. Umurku sekarang 15 tahun dan
duduk di kelas 2 SMA. Ngomong-ngomong tentang cinta pertama kata orang-orang
itu cinta pertama manis, ada yang bilang cuma cinta monyet, ada juga yang
bilang banyak pahitnya hmm kalau cinta pertama aku sendiri itu manis-manis
pahi. Yuk intip kisahku tentang cinta pertamaku yang manis, pahit, asam,
nano-nano lah rasanya J
2 Juli 2005
Aku
memasuki kelas baru dengan takut-takut, dengan terus menggandeng lengan ibuku mataku
menyusuri tiap sudut kelas baru itu. Aku mengamati wajah teman baruku satu
persatu, sambil berharap dan mengira-ngira siapa anak yang nantinya akan kujadikan
teman bermain selama 3 tahun kedepan ini. Beberapa saat kemudian masuklah pria
paruh baya yang berwajah ramah dan selalu tersenyum . “Asyik pasti beliau ini
wali kelasku!” batinku pada saat itu. Selesai mengucapkan salam Pak Guru itu memperkenalkan
diri terlebih dahulu, nama beliau pak Bekti, seperti raut wajahnya beliau adalah
orang yang ramah dan mengajar Pendidikan Agama Islam. Setelah itu pak Bekti mulai
mengabsen murid-murid barunya. Sekitar 10 anak yang sudah selesai diabsen,
tiba-tiba..
“Assalamualaikum , maaf pak saya
terlambat!” kata seorang anak yang baru saja muncul di depan pintu kelas. Pak
guru tersenyum dan mempersilahkan anak itu untuk segera duduk di bangku yang
masih kosong.
Karena anak yang baru masuk itu
satu-satunya yang sudah berpakaian seragam putih-biru di antara teman-temannya
yang masih mengenakan seragam merah-putih, dalam sekejap pandangan anak seluruh
kelas langsung mengarah kepadanya. Tak terkecuali aku sendiri, mataku terus
mengikuti anak tersebut hingga ia duduk tepat di bangku belakangnya. Ketika
mata kami hampir saling berpandangan buru-buru aku memalingkan mata dan kembali
memperhatikan apa yang disampaikan guru di depan.
Sesekali aku melihat ke arah
belakang bertanya-tanya siapa nama anak itu? Dari sekolah mana asalnya? Dan
masih banyak pertanyaan lainnya. Tipikal anak pintar dan rajin, pikirku saat
itu melihat penampilannya. Dengan seragam smp yang masih baru dan rapi, tas ransel yang masih berada di punggung,
plus memakai kacamata. Tersenyum kecil aku akhirnya kembali menghadap ke papan
tulis. Mungkin ketertarikanku pada anak itu sudah dimulai sejak pertama kali aku
melihatnya di hari pertama sekolah.
......................................................................................................................................................
Dalam hitungan minggu saja aku sudah mulai bisa akrab dengan
teman-teman baru, tidak terkecuali dengan Damar juga. Hingga pada suatu hari pada
saat jam pelajaran kosong anak-anak cowok iseng bermain dengan pesawat kertas.
“Hei hei ayo main! Nanti siapa yang
dapet pesawatnya berarti dia jodoh ama yang ngelempar pesawat itu. Gimana?”
Ajak Adi salah satu teman sekelasku.
Karena
tidak tertarik aku dan anak-anak cewek lainnya tidak
terlalu memperhatikan karena sedang asyik
berbicara sendiri.
“Mulai ya sekarang aku pertama!” Adi
mulai melempar pesawat kertas dan yang ternyata pesawatnya jatuh di anak cowok
lain.
“Hahahaha kamu jodoh ma Reza berarti
di!” Anak-anak cowok kompak tertawa tebahak-bahak melihat wajah Adi yang
jengkel.
“Oke-oke sekarang giliranku ya..”
Firman mulai melempar pesawat kertas dan sekarang anak-anak cewek yang tadinya
sibuk sendiri mulai memperhatikan permainan iseng itu.
“Yah nggak kena siapa-siapa man, berarti
jodohmu nggak disini.” Hibur Rizki yang duduk di sebelah Firman karena melihat
ekspresi muka temannya yang terlihat sedih itu.
Kemudian permainan itu terus
berlanjut , jika ada cowok melempar jatuh di anak cewek seisi kelas langsung
ricuh sambil bertepuk tangan. Jika ada yang jatuh di teman sesama jenis mereka
langsung beradegan berpelukan atau bergandengan tangan seolah-olah telah
menemukan jodoh sejatinya. Kemudian yang lebih menyedihkan jika pesawat itu
jatuh tidak di tempat yang diinginkan seperti tempat sampah , di atas tv ,
terbang keluar kelas dan jatuh di tanah, tersangkut di kipas angin, dll seluruh
kelas langsung tertawa terbahak-bahak. Dan ketika sedang asyik tertawa
tiba-tiba aku menerima
pesawat yang terjatuh tepat di pangkuannya.
“Siapa yang nerbangin ini?” tanyaku
“Damar yang nerbangin! Wah jodoh nih
berarti jatuhnya pas banget hahaha.” Celetuk Fendi dan diikuti suara tertawa
anak-anak sekelas.
Aku
menoleh ke arah Damar dan melihat pria itu sedang tersenyum menanggapi candaan
teman-temannya.
“Ini hanya permainan..” Kataku dalam hati.
Ternyata permainan itu tidak hanya
berhenti di hari itu saja. Seisi kelas masih saja menjodoh-jodohkan Damar
denganku, dan hal itu semakin
menjadi-jadi karena banyak sekali kebetulan-kebetulan yang menghubungkanku
dengannya. Awalny aku dan Damar
merasa tidak nyaman dengan perlakuan teman-teman, tapi lambat laun akhirnya kami berdua sudah
mulai terbiasa dan tidak ada lagi komplain terhadap candaan itu.
....................................................
Tidak disangka-sangka akhirnya
muncul celah dimana aku bisa
membagi perasaan itu terhadap teman-teman tanpa harus bercerita secara
langsung. Ketika aku
dan sahabat-sahabatku sedang berkumpul salah satu dari sahabatku mencetuskan ide
permainan yang sedikit “gila”. Karin, salah satu sahabatku mengajak kita untuk bermain 30 Hari
Mencari Cinta , yakni permainan dimana kita
harus
bisa mendapatkan pasangan dalam jangka waktu 30 hari. Tertarik dengan ide “gila” itu aku langsung
mengiyakan dan menyatakan bahwa targetku adalah Damar. Sahabat-sahabatku jelas kaget mendengar
perkataanku,
mereka pikir selama ini aku
tidak memiliki perasaan khusus terhadap Damar. Tetapi mereka salah, aku hanya tidak tahu
bagaimana cara memberitahu Sahabat-sahabatku
tentang
perasaannya. Akhirnya dari 7 gadis hanya 4 orang yang mengikuti permainan itu,
termasuk aku sendiri.
Dan dimulailah usahaku
untuk merebut hati Damar dalam waktu 30 hari.
......................................................................................................................................................
Ternyata bukan perkara mudah
untuk mendekati Damar. Karena candaan teman-teman sekelas yang masih berlanjut
itu aku jadi merasa tidak enak
tiap kali ingin mengajak Damar berbicara. Bahkan sekedar untuk mengajak damar
bergabung dalam tugas kelompok saja aku
tidak
bisa. Melihat sikapku
yang masih malu-malu, sahabatku
ikut menyusun rencana untuk membantu N. Mulai dari mengatur agar kami bisa duduk berdekatan
hingga menjadi satu kelompok ketika ada tugas kelompok. Menyadari bahwa aku sendiri juga harus
bergerak , aku
mulai mencoba mengajak bicara Damar.
Tetapi ternyata reaksi dari Damar tidak seperti yang aku harapkan, Damar
cenderung bersikap dingin dan menghindar ketika aku ingin mengajak dia berbicara. Namun aku tidak menyerah, semakin
Damar menghindarinya semakin gencar pula
aku untuk mendekatinya. Aku bahkan mencari info alamat dan nomor
telepon rumah Damar sebagai informasi yang mungkin suatu saat akan berharga.
Mungkin usahaku terkesan terlalu
agresif, tapi aku
bersungguh-sungguh atas
perasaanku terhadap Damar. Ketika
waktu sudah berjalan 2 minggu dan Damar belum menunjukkan tanda-tanda positif
akhirmya Sari , sahabatku,
mencoba mengajakku berbicara.
“Na, udah 2 minggu lo kamu serius
masih mau lanjut ndeketin Damar? Nggak pengen ganti target? Nanti kamu kalah lo
Na.” Kata Sari
“Enggak Sar, aku ndeketin Damar
bukan buat 30 HMC aja. Aku serius sayang sama dia makanya aku usaha sampai
kayak gini. Kalaupun nanti udah 30 hari dan aku belum bisa ngedapetin hati
Damar ya udah berarti aku kalah aku siap nerima hukumannya. Tapi aku bakalan lanjutin
usahaku Sar.” Jawabku
“Kamu bener-bener suka ama dia ya
Na?” tanya Sari lagi.
“Iya Sar. Baru pertama kali aku
ngerasa kayak gini.” kataku
“Yaudah semangat ya Na, aku sama
yang lain bakal tetep bantuin kamu kok.” Sari menepuk bahuku pelan.
“Makasih ya Sar.” Balasku sambil tersenyum.
Namun di saat aku sedang berusaha untuk
menarik perhatian Damar, mulai banyak pria
lain yang mencoba
mendekatiku. Salah satunya ada senior yang tidak
segan-segan menunjukkan perasaannya terhadapku.
Secara terang-terangan dia mencoba mendekatiku. Apalagi kelasku dan senior itu
berseberangan, hal itu membuatku semakin
malas keluar kelas di waktu istirahat karena harus bertemu dengan senior itu.
Tapi layaknya pria yang sedang melakukan pendekatan, senior itu juga nekat
masuk ke kelas hanya untuk mengajak berbicara setiap hari. Hal itu membuatku merasa risih tapi bagaimanapun
juga yang kuhadapi adalah seorang senior yang harus dihormati. Karena itu aku tidak bisa menolak
secara tegas akan sikap senior itu. Dan tanpa aku sadari Damar mulai mengamatiku dan senior
itu ketika kami
sedang bersama.
Entah karena merasa perhatianku tidak lagi untuk Damar
dan candaan teman-teman sekelasnya mulai berkurang untuk kami, Damar mulai
menunjukkan sikap positif. Dia tidak lagi bersikap dingin dan acuh ketika aku mengajaknya berbicara.
Dia bahkan lebih sering memulai pembicaraan dibandingkan denganku. Merasa ada perubahan
pada sikap Damar, aku
akhirnya memutuskan akan bersikap tegas kepada senior itu. Dan kemudian pada
suatu hari senior itu menyatakan perasaannya
di hadapan teman-teman sekelas, termasuk Damar.
Perasaanku campur aduk antara kaget
dan bingung. Baru pertama kali ini ada orang yang menyatakan perasaan padanya
di tempat umum seperti ini. Teman-teman sekelasku langsung heboh menyuruhku menerima
pernyataan senior itu. Tetapi ketika aku menoleh
ke arah Damar, dan melihat Damar tidak bereaksi apa-apa. Tidak tersenyum atau
terkesan cemburu , terlalu datar sehingga
aku tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.
“Maaf mas, ada orang lain yang aku
suka.” Kataku
pada akhirnya.
“Haha sudah aku kira sih , aku udah
siap ditolak kok aku cuma pengen nyatain perasaan aja.” Balas senior itu.
“Eh, jadi mas nggak marah?”
“Ngapain marah? Itu kan hakmu buat
nerima atau nolak. Aku nggak papa kok.” Kata senior tadi sambil tersenyum.
“Maaf sekali lagi ya mas , dan
makasih udah berani nyatain perasaan mas ke aku.”
“Santai aja na, kita tetep temenan
kan tapi?”
“Iya mas.” Jawabku mantap.
“Oh iya Na, aku tahu kok siapa orang
yang kamu suka. Semangat ya jangan nyerah pasti dia luluh kok sama perjuangan
kamu.” Bisik senior itu ke telingaku
dan langsung membuat mukaku
memerah.
Setelah senior itu pergi
sahabat-sahabatku
langsung menuju ke arahnya dan menginterogasinya dengan bebagai macam
pertanyaan. Aku
hanya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sambil tersenyum dan sesekali
melihat ke arah Damar. Tapi tiba-tiba Aku
melihat
Damar balas menatapdan tersenyum , entah itu hanya perasaanku saja atau memang
kenyataan. Yang jelas aku semakin
yakin akan perasaannku terhadap damar. Namun bagaimana dengan perasaan Damar
sendiri?
......................................................................................................................................................
Semester pertama sudah
berlalu, dan aku masih belum bisa mendapatkan kepastian dari Damar. Jujur aku
sedikit lelah dengan sikap Damar yang kadang memberi harapan , namun kadang
juga bersikap sangat dingin. Aku yakin sebenarnya Damar mengetahui perasaannku
walaupun aku belum sempat menyatakannya. Dan hal itu semakin membuatku ragu,
kalau Damar sudah mengetahui perasaanku kenapa dia tidak segera memberi
kepastian? Kenapa dia justru membuatku menunggu dengan harapan yang tak pasti?
Padahal apapun perasaan Damar akan kuterima dengan ikhlas. Jauh lebih baik jika
Damar menolak daripada terus menarik-ulur seperti ini.
Tapi setiap kali aku
ingin mundur dan berhenti aku kembali teringat akan perjuangan selama ini.
Menunggu Damar selesai kegiatan ekskul sewaktu pulang sekolah, mencari telepon
umum untuk menelpon Damar, mengirim sms walau dia tahu Damar jarang membalas
smsnya , mengatur tempat duduk agar bisa berdekatan, dll. Namun sebenarnya hal
yang membuatku ragu untuk mundur adalah perasaannya. Aku menyukai Damar yang
sedang tertawa bersama teman-temannya , tingkah laku konyol yang biasanya Damar
lakukan, saat-saat Damar mencoba mengusiliku, suara Damar yang sedang
memanggil, aku juga mengagumi sosok Damar yang begitu cerdas saat menerangkan
pelajaran biologi, kemudian perhatian-perhatian kecil yang pernah diberikan
Damar. Aku menyukai semua yang ada pada Damar , dan bagaimana bisa aku memutuskan
untuk mundur ketika perasaan itu semakin kuat seiring dengan berjalannya waktu?
Teringat tentang omongan Damar
beberapa bulan yang lalu ketika mereka berdua sedang bertugas piket di hari
yang sama. Tepat sebelum itu sewaktu jam
istirahat, ada pria dari kelas sebelah yang menyatakan cinta padaku dan seperti
biasanya aku menolak pria itu.
“Na,
kamu tadi nolak Raka ya?” kata Damar tiba-tiba.
“Eh..ii..iya.
Kamu kok tahu? Jawabku kaget dengan pertanyaan Damar.
“Hmm
denger dari anak-anak..kata temen-temennya Raka mereka nggak nyangka kalau kamu
bakal nolak dia. Soalnya kalian udah deket gitu.” Kata Damar lagi.
“Oo..enggak
kok mar kita berdua cuma temen biasa. Mungkin temen-temen Raka ngira ada yang
lebih diantara kita padahal enggak.” Kataku. Aku juga tidak ingin Damar
menganggap hubungan pertemanan dengan Raka itu istimewa.
“Haha
iya-iya aku cuma tanya aja kok Na. Tapi dari banyak cowok yang udah minta kamu jadi pacarnya nggak ada satu yang kamu
terima. Kenapa Na?”
Mendengar
pertanyaan itu aku refleks menjawab
“Soalnya
hatiku udah tak gembok”
Dan
jawaban yang tidak terduga meluncur dari mulut Damar.
“Oh
iya kunci gemboknya kan aku ya, hahaha.” Kata Damar sambil tersenyum jahil dan
membuatku terdiam. Apa aku tidak salah dengar?
Tapi melihat situasi
yang ada hingga sekarang sepertinya omongan Damar waktu itu hanyalah sekedar
candaan saja dan aku merasa bodoh telah menganggap serius omongan itu.
......................................................................................................................................................
Memasuki libur semester
intensitas dengan Damar semakin berkurang. Jika tidak ada acara sekolah maka kami
tidak bisa bertemu. Tetapi aku ingin bertemu dengan Damar , aku merindukan
sosok itu. Hingga pada suatu hari Tari, sahabatku, mengajak anak laki-laki dan
perempuan untuk menonton film di bioskop bersama. Aku sangat antusias karena aku
tahu Damar juga ikut pada acara kali ini. Dan pada saat di bioskop teman-teman
ternyata sudah mengatur agar aku bisa duduk tepat di sebelah Damar. Awalnya aku
menolak tapi teman-temanku dan dia meyakinkan bahwa kesempatan tidak akan
datang dua kali dan ini merupakan momen yang tepat bagiku.
Akhirnya aku pun
menuruti rencana mereka, walaupun hanya dengan duduk bersebelahan aku sudah
cukup puas dan senang. Tapi entah hari itu mungkin menjadi hari keberuntunganku.
Sejak film dimulai Damar selalu mengajak berbicara bahkan beberapa kali aku
mendapatkan Damar sedang menatap diam-diam. Dan puncaknya di tengah film Damar
mengenggam tanganku perlahan. Kaget akan hal itu aku langsung menoleh kearah
Damar, namun yang bersangkutan seolah menyuruhku untuk tetap tenang dan untuk
tidak bertanya apa-apa. Damar hanya terdiam menatap layar namun tangannya terus
mengenggam tanganku erat. Aku mengerti maksudnya dan juga kembali menatap layar
tanpa berkata apa-apa. Kami berdua saling terdiam hingga film berakhir namun
kehangatan yang ada di ujung tangan seolah sudah menggantikan kata-kata yang
tak sempat terucap.
Sepulangnya dari
bioskop aku masih tidak percaya bahwa kejadian yang tadi itu nyata. Aku merasa seperti sedang bermimpi, tapi sisa
kehangatan dari genggaman damar itu masih teringat jelas. Apakah ini berarti aku
masih boleh terus berharap?
......................................................................................................................................................
Setelah hari itu sikap
Damar pun mulai berubah. Pada waktu liburan dia sering membalas sms, bahkan
Damar pernah sekali menelpon hanya untuk mengatakan bahwa dia tidak sabar ingin
bertemu . Aku merasa bahwa akhirnya penantian ini tidak sia-sia. Namun aku
tetap menyadari kalau Damar belum pernah berkata bahwa dia juga memiliki
perasaan yang sama, hal ini membuatku takut untuk berharap yang lebih tinggi.
Bagiku, sikap Damar yang seperti ini sudah lebih dari cukup.
Awal semester dua pun
sudah dimulai. Para siswa dan guru sedang sibuk dengan persiapan untuk
menghadapi lomba kebersihan sekolah tingkat nasional yang sedang diikuti oleh
sekolah mereka. Tidak ada yang mengira sebelumnya kalau lomba ini yang akan
menjadi titik balik dari serangkaian kisah ini.
Seperti biasa di hari
jumat semua kelas mengadakan kerja bakti membersihkan kelas dan lingkungannya
tiba-tiba Pak Bekti masuk dan memberikan pengumuman.
“Anak-anak mohon
perhatiannya sebentar.” Kata pak Bekti mereka.
Murid-murid yang tadi sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing
langsung masuk ke kelas untuk mendengarkan pengumuman itu.
“Kalian tahu kan sekolah kita sedang
melakukan persiapan menghadapi lomba tingkat nasional? Dan dari pusat ada
aturan bahwa sekolah yang baik hanya memiliki 35 siswa di setiap kelas,
sementara sekarang sekolah kita memiliki hampir 40 murid di setiap kelas. Maka
dari itu sekolah akan melakukan pemerataan dengan menyiapkan satu kelas baru. Untuk
itu dari tiap kelas diharapkan ada siswa
yang dengan ikhlas pindah ke kelas baru tersebut.” Jelas pak Bekti.
Seisi kelas langsung ribut mendengar
pengumuman itu, kebanyakan dari mereka menolak kebijakan itu karena tidak ada
yang ingin pindah ke kelas baru. Bagaimanapun mereka sudah bersama selama 1
semester, pasti kebanyakan dari mereka sudah menganggap anggota kelas itu seperti
keluarga sendiri.
“Maaf anak-anak, tapi ini sudah jadi
perintah dari kepala sekolah.Begini saja kalau tidak ada yang bersedia pindah
kelas lebih baik kita undi saja. Bagaimana?” saran pak Bekti.
“Iyaa paak.” Jawab para murid
serempak walaupun dengan berat hati.
Selama proses undian sedang
berlangsung aku
terus berdoa semoga bukan orang-orang yang dia sayangi yang harus pindah kelas.
Bukan dia, bukan sahabat-sahabatnya dan juga bukan Damar. Namun sepertinya doaku sedikit tidak terkabul
ketika dia mengetahui hasil undian terakhir.
“Aku nggak mau pisah sama kalian.”
Kata Putri , sahabatku
yang mendapatkan hasil undian kalau dia harus pindah kelas.
“Aku juga nggak mau put , kamu
disini aja ya minta tuker sama anak lain.” Balas Karin sambil menahan tangis.
“Memangnya ada yang mau tuker? Nanti
kalau aku di kelas baru jangan lupain aku lo ya. Waktu istirahat aku bakalan
terus main ke sini buat ketemu kalian.” Kata Putri lagi dan kali ini dia mulai
menangis.
Melihat Putri menangis, 6
sahabat-sahabatnya juga langsung ikut menangis termasuk aku sendiri. Wajar saja karena
sejak hari pertama masa orientasi kami
sudah bersama-sama. Pada saat itulah
tiba-tiba Damar membuka mulutnya.
“Pak Bekti, saya bersedia pindah ke
kelas baru menggantikan Putri.” Kata Damar
“Kamu serius Damar?” tanya pak Bekti
“Iya pak , saya serius.” Balas Damar
“Mar kamu bener mau tuker sama aku?
Makasih banyak Mar.” Kata Putri
“Iya Put , tenang aja kamu nggak
bakalan pisah sama
mereka kok.” Jawab Damar sambil melihat ke arah para gadis yang tadi menangis.
Mendengar pernyataan Damar , kita berenam langsung gembira. Kita tidak perlu pisah kelas
dengan Putri, sahabat yang mereka sayang.
Namun saat ini perasaanku sedang campur aduk, aku senang Putri tidak jadi pindah kelas
tapi di sisi lain juga sangat sedih kenapa harus Damar yang pindah. Apa Damar
melakukan itu karena dia tidak tega melihatku menangis? Atau karena ketiga
murid lain yang pindah adalah orang yang dekat dengan Damar? Atau bahkan
mungkin dia pindah untuk menghindariku? Begitu banyak pertanyaan di pikiranku yang membuat kembali
meragukan Damar.
“Maaf ya Na.” Kata Putri melihat
ekspresiku yang sedikit aneh.
“Maaf kenapa Put?” tanyaku bingung.
“Gara-gara tuker sama aku yang
pindah kelas akhirnya malah Damar.” Jawab Putri merasa bersalah.
“Kamu ngomong apa sih put , aku
lebih seneng kalau kamu nggak jadi pindah walaupun dia yang harus gantiin kamu.
Lagipula mungkin aku juga bakal bisa lupain Damar kalau nggak sekelas lagi.”
Jelasku
Mendengar penjelasan itu Putri
langsung terenyum dan memelukku.
Akhirnya aku meyakinkan diriku kalau
kejadian ini mungkin menandakan kalau aku
harus
melepaskan Damar dan melupakan perasaan ini.
......................................................................................................................................................
Sepulang sekolah aku tidak langsung pulang
tetapi pergi ke perpustakaan langganan di dekat rumah terlebih dahulu untuk
menenangkan diri setelah apa yang terjadi
di sekolah. Ketika sedang asyik membaca buku tiba-tiba handphoneku bergetar dan aku membuka pesan yang
masuk.
From:Damar
Telpon
ke rumahku skrg pls, ada yang mau aku omongin.
Begitu membaca pesan itu aku langsung mencari
telepon umum terdekat , dan beruntung aku
menemukannya
di sebelah perpustakaan. Aku langsung menekan nomor yang ia hafal dia luar
kepalanya, dan begitu
mendengar nada tersambung dadaku
berdegup dengan kencang. Apa yang Damar ingin bicarakan?
“Halo,assalamualaikum.”
Terdengar suara di seberang sana.
“Waalaikumsalam , Damar?” balasku.
“Iyaa..ini Nana?”
“iya Mar , ada apa? Katanya ada yang
mau kamu omongin?” kataku
tak sabar.
“Oo..itu..hmm habis ini kita udah
nggak sekelas lagi kan?”
“iya kamu kan tadi minta tuker ama
Putri. Terus kenapa?”
“Kamu seneng kan Putri nggak jadi
pindah kelas?” tanya Damar
“Eh..kamu ngomong apa sih? Iya jelas
aku seneng Mar.” Jawabku
masih tak mengerti maksud Damar.
“Bagus deh kalau gitu..aku sengaja
minta tuker kelas buat kamu Na.”
DEG!! Aku langsung salah tingkah mendengar
pernyataan Damar.
“Aku nggak tega lihat kamu nangis
kayak tadi jadi aku langsung ngajuin diri buat tuker ama Putri. Tapi sekarang
berarti kita nggak sekelas lagi deh, kamu sedih nggak na?”Lanjut Damar
“Kamu ngomong apa sih Mar.”
“Na,aku serius..kamu mau jadi
pacarku?” tembak Damar langsung.
“Apa??” Tanyaku tidak percaya. Ini
bukan mimpi di siang bolong kan?
“Gimana na mau?” tanya Damar lagi.
“Kenapa baru sekarang sih Mar?
Kenapa harus waktu kita udah pisah kelas gini.” Balasku
“Justru karena kita udah nggak
sekelas aku sadar Na. Aku nggak bakal bisa bercanda sama kamu lagi tiap hari,
satu kelompok lagi, njahilin kamu waktu piket. Aku baru sadar Na aku sayang
sama kamu.” Kata Damar.
“Aku juga Mar, dari dulu malah.”
Jawabku.
“Berarti kamu nerima?”
“iya.”
“Yes! Makasih ya Na. Kamu lagi
nelpon aku darimana? Kalau dari wartel udah dulu ya entar mahal lagi. Sampai
ketemu besok yaa aku bakal main ke kelas tiap istirahat kok.”
“Iya Mar, makasih juga yaa.
Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Setelah memastikan sambungan telpon
sudah benar-benar terputus tiba-tiba air mataku menetes lagi , tidak peduli kalau sedangberada di tempat umum. Aku tidak bisa membendung
perasaannku
kali ini. Ternyata Damar memiliki perasaan yang sama dan akhir penantiannya
berakhir dengan bahagia.
......................................................................................................................................................
Bagaimana?
Cukup panjang bukan? Iya namun layaknya cinta monyet bisa ditebak selanjutnya
hubunganku dan Damar hanya berjalan
lancar selama 5 bulan. Walaupun pada
akhirnya hubungan kami harus
berakhir karena banyak faktor seperti tidak sekelas lagi sewaktu duduk di kelas
2, Damar yang sibuk mengikuti olimpiade Biologi dan guru pembimbingnya
menyarankan agar mereka berpisah, namun hingga duduk di kelas 3 SMP aku tetap menyukai Damar.
Perasaanku tidak berubah hingga
muncul orang lain yang bisa menggantikan posisi Damar. Meskipun hanya 5 bulan Aku sangat berterima
kasih terhadap Damar , Damar sudah memberikan warna sebagai cinta pertama yang selalu terkenang.
TAMAT
1 komentar
Ya ampun Husni, sweet banget sih kamu sama diaaaa T^T
BalasHapusKalau aku mah gagal total